Google

Rabu, 16 April 2008

SIHIR DAN DUKUN


SIHIR DAN DUKUN

Segala puji hanya kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tiada lagi Nabi sesudahnya.
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka.
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan RasulNya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara', sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta'ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta'ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Barangsiapa mendatangi 'arraaf' (tukang ramal) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari." (HR.Muslim).
"Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:'Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Daud).
"Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafazh: 'Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."
"Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Al-Bazzaar, dengan sanad jayyid).
Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka.
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka.
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan.
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur.
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta'ala.
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al-Baqarah: 102)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman: "Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui."
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan. Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia ! (Risalah Sihir dan Perdukunan Syeikh bin Baz)

baca selanjutnya........

HUKUM ROKOK


HUKUM ROKOK
Rokok terbukti mengandung berbagai-bagai jenis bahan kimia berbahaya, diantaranya ialah nikotin. Menurut pakar atau ahli kimia, telah jelas dibuktikan bahwa nikotin yang terdapat dalam setiap batang rokok atau pada daun tembakau adalah ternyata sejenis kimia memabukkan yang diistilahkan sebagai candu.
Dalam syara pula, setiap yang memabukkan apabila dimakan, diminum, dihisap atau disuntik pada seseorang maka ia di kategorikan sebagai candu atau dadah kerana pengertian atau istilah candu adalah suatu bahan yang telah dikenal pasti bisa memabukkan atau mengandung elemen yang bisa memabukkan. Dalam mengklasifikasikan hukum candu atau bahan yang memabukkan, jumhur ulama fikah yang berpegang kepada syara (al-Quran dan al- Hadith) sepakat menghukumkan atau memfatwakannya sebagai benda "Haram untuk dimakan atau diminum malah wajib dijauhi atau ditinggalkan". Pengharaman ini adalah jelas dengan berpandukan kepada hujah-hujah atau nas-nas dari syara sebagaimana yang berikut ini: "Setiap yang memabukkan itu adalah haram" H/R Muslim.
Hadith ini dengan jelas menegaskan bahawa setiap apa sahaja yang memabukkan adalah dihukum haram. Kalimah kullu (ßõáøõ)di dalam hadith ini bererti "setiap" yang memberi maksud pada umumnya, semua jenis benda atau apa saja benda yang memabukkan adalah haram hukumnya. Hadith ini dikuatkan lagi dengan hadith di bawah ini: "Setiap sesuatu yang memabukkan maka bahan tersebut itu adalah haram". H/R al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud.
Hadith di atas ini pula telah menyatakan dengan cukup terang dan jelas bahwa setiap apa saja yang bisa memabukkan adalah dihukum haram. Pada hadith ini juga Nabi Muhammad s.a.w menggunakan kalimah kullu (ßõáøõ) iaitu "Setiap apa saja", sama ada berbentuk cair, padat, debu (serbuk) atau gas.
Mungkin ada yang menolak kenyataan atau nas di atas ini kerana beralasan atau menyangka bahwa rokok itu hukumnya hanya makruh, bukan haram sebab rokok tidak memabukkan. Mungkin juga mereka menyangka rokok tidak mengandung candu dan kalau adapun kandungan candu dalam rokok hanya sedikit. Begitu juga dengan alasan yang lain, "menghisap sebatang rokok tidak terasa memabukkan langsung". Andaikan, alasan atau sangkaan seperti ini boleh diselesaikan dengan berpandukan kepada hadith di bawah ini: "Apa saja yang pada banyaknya memabukkan, maka pada sedikitnya juga adalah haram". H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah.
Kalaulah meneguk segelas arak hukumnya haram kerana ia benda yang memabukkan, maka walaupun setetes arak juga hukum pengharamannya tetap sama dengan segelas arak. Begitu juga dengan seketul candu atau sebungkus serbuk dadah yang dihukum haram. Secebis candu atau secubit serbuk dadah yang sedikit juga telah disepakati oleh sekalian ulama Islam dengan memutuskan hukumnya sebagai benda yang dihukumkan haram untuk dimakan, diminum, dihisap (disedut) atau disuntik pada tubuh seseorang jika tanpa ada sebab tertentu yang memaksakan atau keperluan yang terdesak seperti darurat kerana rawatan dalam kecemasan. Begitulah hukum candu yang terdapat di dalam sebatang rokok, walaupun sedikit ia tetap haram kerana dihisap tanpa adanya sebab-sebab yang memaksa dan terpaksa.
Di dalam sepotong hadith sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad s.a.w telah mengkategorikan setiap yang memabukkan itu sebagai sama hukumnya dengan hukum arak. Seorang yang benar-benar beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w tentulah meyakini bahawa tidak seorangpun yang layak untuk menentukan hukum halal atau haramnya sesuatu perkara dan benda kecuali Allah dan RasulNya. Tidak seorangpun berhak atau telah diberi kuasa untuk merubah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Nabi dan RasulNya kerana perbuatan ini ditakuti boleh membawa kepada berlakunya syirik tahrif, syirik ta'til atau syirik tabdil. Hadith yang mengkategorikan setiap yang memabukkan sebagai arak sebagaimana yang di dimaksudkan ialah: "Setiap yang memabukkan itu adalah arak dan setiap (yang dikategorikan) arak itu adalah haram". H/R Muslim.
Dalam perkara ini ada yang berkata bahawa rokok itu tidak sama dengan arak. Mereka beralasan bahawa rokok atau tembakau itu adalah dari jenis lain dan arak itu pula dari jenis lain yang tidak sama atau serupa dengan rokok. Memanglah rokok dan arak tidak sama pada ejaan dan rupanya, tetapi hukum dari kesan bahan yang memabukkan yang terkandung di dalam kedua-dua benda ini (rokok dan arak) tidak berbeza di segi syara kerana kedua benda ini tetap mengandungi bahan yang memabukkan dan memberi kesan yang memabukkan kepada pengguna atau penagihnya. Tidak kira sedikit atau banyaknya kandungan yang terdapat atau yang digunakan, yang menjadi perbincangan hukum ialah bendanya yang boleh memabukkan, sama ada dari jenis cecair, pepejal, serbuk atau gas apabila nyata memabukkan sama ada kuantitinya banyak atau sedikit maka hukumnya tetap sama, iaitu haram sebagaimana keterangan dari hadith sahih di atas.
Di hadith yang lain, Nabi Muhammad s.a.w mengkhabarkan bahawa ada di kalangan umatnya yang akan menyalahgunakan benda-benda yang memabukkan dengan menukar nama dan istilahnya untuk menghalalkan penggunaan benda-benda tersebut: "Pasti akan berlaku di kalangan manusia-manusia dari umatku, meneguk (minum/hisap/sedut/suntik) arak kemudian mereka menamakannya dengan nama yang lain". H/R Ahmad dan Abu Daud.
Seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam beragama, tentunya tanpa banyak persoalan atau alasan akan mentaati semua nas-nas al-Quran dan al-hadith yang nyata dan jelas di atas. Orang-orang yang beriman akan berkata dengan suara hati yang ikhlas, melafazkan ikrar dengan perkataan serta akan sentiasa melaksanakan firman Allah yang terkandung di dalam al-Quran : "Kami akan sentiasa dengar dan akan sentiasa taat". Tidaklah mereka mahu mencontohi sikap dan perbuatan Yahudi yang dilaknat dari dahulu sehinggalah sekarang kerana orang-orang Yahudi itu apabila diajukan ayat-ayat Allah kepada mereka maka mereka akan menentang dan berkata : "Kami sentiasa dengar tetapi kami membantah".
Sebagai contoh iman seorang Muslim yang sejati ialah suatu peristiwa yang mengisahkan seorang sahabat yang terus menuangkan gelas sisa-sisa arak yang ada padanya ke tanah tanpa soal dan bicara sebaik sahaja turunnya perintah pengharaman arak. Hanya iman yang mantap dapat mendorong seseorang mukmin sejati dalam mentaati segala perintah dan larangan Allah yang menjanjikan keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Kalaulah Nabi Muhammad s.a.w telah menjelaskan melalui hadith-hadith baginda di atas bahawa setiap yang boleh memabukkan apabila dimakan, diminum atau digunakan (tanpa ada sebab-sebab keperluan atau terpaksa), maka ia dihukum sebagai benda haram dan ia dianggap sejenis dengan arak. Penghisapan dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok bukanlah sesuatu yang wajib atau terpaksa dilakukan seumpama desakan dalam penggunaan dadah kerana adanya sebab-sebab tertentu seperti desakan semasa menjalani rawatan atau sebagainya. Sebaliknya, penghisapan rokok dimulakan hanya kerana tabiat ingin suka-suka yang akibatnya menjadi suatu ketagihan yang memaksa si penagih melayani kehendak nafsunya. Dalam pada itu, tanpa kesedaran, ia telah membeli penyakit dan menambah masalah, mengundang kematian dan tidak secara langsung ia telah melakukan kezaliman terhadap diri sendiri di samping mengamalkan pembaziran yang amat ditegah oleh syara (haram).
Dadah (bahan yang memabukkan) telah disamakan hukumnya dengan arak oleh Nabi Muhammad s.a.w disebabkan kedua-dua benda ini boleh memberi kesan mabuk dan ketagihan yang serupa kepada penggunanya (penagih arak dan dadah). Melalui kaedah (cara pengharaman) yang diambil dari hadith Nabi di atas, dapatlah kita kategorikan jenis dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok sama hukumnya dengan arak dan semua jenis dadah yang lain.
Kesimpulannya, rokok atau tembakau yang sudah terbukti mengandungi dadah nikotin adalah haram pengambilannya kerana nikotin sudah ternyata adalah sejenis dadah yang boleh membawa kesan mabuk atau memabukkan apabila digunakan oleh manusia. Malah dadah ini akan menjadi lebih buruk lagi setelah mengganggu kesihatan seseorang penggunanya sehingga penderitaan akibat penyakit yang berpunca dari rokok tersebut mengakibatkan kematian. Rokok pastinya menambahkan racun (toksin) yang terkumpul di dalam tubuh badan sehingga menyebabkan sel-sel dalam tubuh seseorang itu mengalami kerosakan, mengganggunya daripada berfungsi dengan baik dan membuka kepada serangan kuman dan barah.
Apabila pengambilan rokok yang mengandungi bahan yang memabukkan dianggap haram kerana nyata ia digolongkan sejenis dengan arak (ÎÜóãúÑñ) oleh Nabi Muhammad s.a.w maka di dalam hadith dan al-Quran pula terdapat amaran keras dari Allah dan RasulNya:
"Dari Abu Musa berkata : Bersabda Rasulullah saw : Tiga orang tidak masuk syurga. Penagih arak, orang yang membenarkan sihir dan pemutus silaturrahmi". H/R Ahmad dan ibn Hibban.
"Mereka bertanya kepada engkau tentang arak dan perjudian, katakanlah bahawa pada keduanya itu dosa yang besar". Al Baqarah:219.
"Hai orang-orang yang beriman, bahawasanya arak , judi, (berkorban untuk) berhala dan bertenung itu adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, sebab itu hendaklah kamu meninggalkannya semuga kamu beroleh kejayaan". Al Maidah:90.
Hadith di atas Nabi Muhammad s.a.w telah mengkhabarkan bahawa penagih arak tidak masuk dan dalam ayat di atas pula, Allah mengkategorikan arak (khamar) sejajar dengan berhala dan bertenung sebagai perbuatan keji (kotor) yang wajib dijauhi oleh akal yang sihat. Perkataan "rijs" ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali terhadap perkara-perkara yang sememangnya kotor dan jelek. Perbuatan yang buruk, kotor, buruk dan jelek ini tidak lain mesti berasal daripada perbuatan syaitan yang sangat gemar membuat kemungkaran sebagaimana amaran Allah selanjutnya yang menekankan bahwa: "Sesungguhnya syaitan termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan judi itu dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mahu berhenti?". Al Maidah:91.
Justeru itu Allah menyeru supaya berhenti daripada perbuatan ini dengan ungkapan yang tajam : "Apakah kamu tidak mahu berhenti?"
Seseorang mukmin yang ikhlas tentunya menyahut seruan ini sebagaimana Umar r.a ketika mendengar ayat tersebut telah berkata: "Kami berhenti, wahai Tuhan kami, Kami berhenti, wahai Tuhan kami".
Utsman bin 'Affan r.a juga telah berwasiat tentang benda-benda yang memabukkan yang telah diistilahkan sebagai khamar (닄) "arak". Sebagaimana wasiat beliau: "Jauhkanlah diri kamu dari khamar (benda yang memabukkan), sesungguhnya khamar itu ibu segala kerosakan (kekejian/kejahatan)". Lihat : Tafsir Ibn Kathir Jld.2, M/S. 97.
Ada yang menyangka bahawa rokok walaupun jelas setaraf klasifikasinya dengan arak boleh dijadikan ubat untuk mengurangkan rasa tekanan jiwa, tekanan perasaan, kebosanan dan mengantuk. Sebenarnya rokok tidak pernah dibuktikan sebagai penawar atau dapat dikategorikan sebagi ubat kerana setiap benda haram terutamanya apabila dibuktikan mengandungi bahan memabukkan tidak akan menjadi ubat, tetapi sebaliknya sebagaimana hadith Nabi s.a.w: "Telah berkata Ibn Masoud tentang benda yang memabukkan : Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan ubat bagi kamu pada benda yang Ia telah haramkan kepada kamu". H/R al-Bukhari.
"Telah berkata Waail bin Hujr : Bahawa Tareq bin Suwid pernah bertanya kepada Nabi s.a.w tenang pembuatan arak, maka Nabi menegahnya. Maka baginda bersabda : Penulis membuatnya untuk (tujuan) perubatan. Maka Nabi bersabda : Sesungguhnya arak itu bukan ubat tetapi penyakit". H/R Muslim dan Turmizi. Allohu a’lam.

baca selanjutnya........

Ada Apa Dibalik Pernikahan ?


Ada Apa Dibalik Pernikahan ?
Nikah. Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di majelisnya wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari suara-suara di sekitar, diantaranya ada yang agak sinis, yang lain merasa keberatan, menyepelekan, atau cuek-cuek saja.
Mereka yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain nikah ?", atau "Apa untungnya nikah?".
Bagi yang merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat alias tidak bebas", semakna dengan itu "Nikah ! Jelasnya bikin repot, apalagi kalau sudah punya anak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".
Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".
Ironisnya bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan atau 'kecelakaan" semakin meninggi ! Itu beberapa pandangan orang tentang pernikahan. Tentu saja tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai seorang muslim tentu kita akan berupaya menimbang segalanya sesuai dengan kaca mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita, pastinya baik bagi kita. Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita.
Persoalan yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang tujuan nikah itu sendiri.
Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul, seperti firman Allah :
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38)
Sedikit memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa tujuan yang mulia, diantaranya :
· Nikah dimaksudkan untuk menjaga keturunan, mempertahankan kelangsungan generasi manusia. Tak hanya untuk memperbanyak generasi saja, namun tujuan dari adanya kelangsungan generasi tersebut adalah tetap tegaknya generasi yang akan membela syariat Allah, meninggikan dienul islam , memakmurkan alam dan memperbaiki bumi.
· Memelihara kehormatan diri, menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sekaligus menjaga kesucian diri.
· Mewujudkan maksud pernikahan yang lain, seperti menciptakann ketenangan, ketenteraman. Kita bisa menyaksikan begitu harmoninya perpaduan antara kekuatan laki-laki dan kelembutan seorang wanita yang diikat dengan tali pernikahan, sungguh merupakan perpaduan yang begitu sempurna.
Pernikahan pun menjadi sebab kayanya seseorang, dan terangkatnya kemiskinannya. Nikah juga mengangkat wanita dan pria dari cengkeraman fitnah kepada kehidupan yang hakiki dan suci (terjaga). Diperoleh pula kesempurnaan pemenuhan kebutuhan biologis dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah. Sebuah pernikahan, mewujudkan kesempurnaan kedua belah pihak dengan kekhususannya. Tumbuh dari sebuah pernikahan adanya sebuah ikatan yang dibangun di atas perasaan cinta dan kasih sayang.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS Ar Ruum : 21)
Itulah beberapa tujuan mulia yang dikehendaki oleh Islam. Tentu saja tak keluar dari tujuan utama kehidupan yaitu beribadah kepada Allah.

baca selanjutnya........

Kaum Wanita,


Kaum Wanita,
Sebelum dan Sesudah Islam
Kedudukan wanita di jaman jahiliah Kehidupan wanita di jaman jahilian yaitu di arab dan di dunia secara umum, adalah di dalam kehinaan dan kerendahan. Khususnya di bumi arab , para wanita dibenci kelahiran dan kehadirannya di dunia. Sehingga kelahiran bagi mereka, adalah awal dari kematian mereka. Para bayi wanita yang dilahirkan di masa itu segera di kubur hidup-hidup di bawah tanah. Kalaupun para wanita dibiarkan untuk terus hidup, mereka akan hidup dalam kehinaan dan tanpa kemuliaan. Ini firman Allah
"Ketika bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh" (QS At Takwir : 8-9)
Wanita yang sempat hidup dewasa mereka dilecehkan dan tidak memperoleh bagian dalam harta warisan. Mereka dijadikan sebagai alat pemuas nafsu para lelaki belaka. Yang ketika telah puas direguk, segera dibuang tak ada harga dan nilai. Di masa itu pula, para lelaki berhak menikahi banyak wanita tanpa batas, tidak mempedulikan akan keadilan dalam pernikahan.
Kedudukan wanita dalam Islam Ketika datang islam, kedudukan wanita diangkat dari bentuk-bentuk kedzaliman dan islam mengembalikan kedudukannya kepada derajat insaniyah. Seperti firman Allah
"Wahai manusia sesungguhnya Kami menjadikan kalian dari laki-laki dan perempuan"
( QS Al Hujurat : 13)
Allah menegaskan bahwa wanita berserikat dengan kaum laki-laki dalam prinsip kemanusiaan mereka. Sebagaimana mereka pun berserikat dengan laki-laki dalam hal pahala dan dosa sesuai dengan amal perbuatan mereka.
"barangsiapa yang berbuat amalan kebaikan dari laki-laki maupun perempuan dan dia adalah orang mukmin maka Kami akan hidupkan dia dalam kehidupan yang baik, dan Kami akan balasi mereka dengan yang lebih baik daripada yang mereka lakukan
(QS An Nahl : 97)
Allah pun menjadikan para wanita sebagai pemimpin di rumah tangga suaminya, sebagai pemimpin bagi anak-anak suaminya
"Wanita adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu ".
Menjaga kaum wanita pula, maka Islam membatasi poligami bagi laki-laki tidak boleh lebih dari empat. Itu pun dengan syarat kaum laki-laki harus mampu berbuat adil dalam mempergauli para wanita.

baca selanjutnya........

Yang Mengeluarkan Seseorang Dari Islam


Yang Mengeluarkan Seseorang Dari Islam
Allah telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang darinya. Ia juga telah mengutus Muhammad untuk berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang siapa yang mengikutinya maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang siapa yang menolak dakwahnya maka ia telah tersesat. Dan Allah telah memperingatkan dalam banyak ayat-ayat Al-qur'an tentang hal-hal yang menyebabkan segala jenis kesyirikan, kemurtadan dan kekafiran.
Para ulama telah menerangkan dan membahas hukum seorang muslim yang murtad dari agamanya dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab yang membatalkan keislamannya, yang menyebabkan darah dan hartanya menjadi halal dan Ia dinyatakan keluar dari Islam. Namun yang lebih berbahaya dan sering terjadi adalah 10 hal yang dapat membatalkan keislaman yang disebutkan oleh Syeik Muhammad Bin Abdul Wahab serta ulama lainnya. Dan saya akan menjelaskan secara singkat akan hal ini, agar kita berhati-hati dan mengingatkan orang lain dengn harapan agar kita selamat dari hal-hal tersebut.
1. Syirik dalam beribadah kepada Allah. Firman Allah,
"sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang di kehendaki-Nya." (an Nisa': 116).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan padanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seseorang penolongpun." (Al Maidah: 72).
Termasuk dalam poin ini adalah berdo'a kepada orang yang sudah mati dan minta bantuan kepada mereka atau bernadzar dan berkurban untuk mereka.
2. Menjadikan sesuatu sebagai perantara dengan Allah dimana seseorang berdo'a dan meminta syafaat serta bertawakal kepada sesuatu tersebut, orang yang berbuat hal seperti ini telah kafir secara ijma'.
3. Siapa yang tidak mengafirkan orang-orang musrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka. Maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
4. Siapa yang meyakini bahwa petunjuk selain Rasulullah saw lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau meyakini bahwa hukum selain hukum beliau lebih baik dari selain hukumnya, seperti orang-orang yang lebih mengutamakan hukum thagut dari hukum Allah, maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
5. Siapa yang membenci sebagian dari ajaran Rasulullah, meskipun ia tetap mengamalkannya, maka ia telah kafir. Berdasarkan firman Allah,
"yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur'an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka."
6. Siapa yang memperolok-olok salah satu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Atau memperolok-olok pahala dan siksaan yang diperoleh maka ia juga kafir. Dan dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah,
"Katakanlah wahai (Muhammad), 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?' tidak usah kalian minta ma'af, karena kalian kafir sesudah beriman." (At Taubah: 65-66)
7. Perbuatan sihir dengan segala bentuknya. Maka barang siapa yang melakukan perbuatan ini dan meridhainya, maka ia telah kafir. Sebagaimana firman Allah,
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (mengerjakan syihir). Mereka mengajarkan syihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kalian kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudlarat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudlarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnyaa mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya diakhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al Baqoroh: 102)
8. Mendukung dan membantu orang-orang musrik untuk mencelakakan kaum muslimin. Hal ini dilandasi oleh firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kalian), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim."
(Al Maidah: 51)
9. Orang yang meyakini bahwa ada golongan manusia tertentu yang dibolehkan keluar dari syari'ah Muhammad. Maka orang yang meyakini hal ini telah kafir, berdasarkan firman Allah,
"Di antara ahli kitab ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kalian dan diantara mereka ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepada kalian, kecuali jika kalian selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, 'tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.' Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui." (Al Imran: 75)
10. Berpaling dari agama Allah dengan wujud tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Didasarkan pada firman Allah,
"Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat tuhan-Nya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As Sajdah: 32).
Dan tidak ada perbedaan antara pelaku-pelaku sepuluh hal tersebut diatas, baik ia dalam keadaan main-main, bersungguh-sungguh, atau karena takut ketika melakukannya -kecuali orang yang dipaksa untuk melakukannya-. Semuanya adalah bahaya yang sangat besar dan sangat sering terjadi. Maka hendaknya setiap muslim dapat menghindarinya dan selalu menghawatirkan dirinya dari hal-hal tersebut. Kita kemudian berlindung kepada Allah dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan dan adzabnya yang sangat pedih. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah atas manusia terbaik, Muhammad serta atas para kerabat dan sahabatnya.

baca selanjutnya........

Imam Malik


Imam Malik
Nama dan Nasabnya
Abu Abdillah Malik bin Anas al Ashbahi, Imam darul Hijroh.
Kelahirannya
Beliau lahir di Madinah al Munawwaroh tahun 93 h dan tumbuh besar di Madinah
Guru-gurunya
Nafi' al Muqbiri, Na'imul Majmar, az Zuhri, Amir bin abdillah bin az Zubair, Ibnul Mungkadir, Abdullah bin Dinar dan lain-lain.
Murid-miridnya
Ibnul Mubarak, al Qothon, Ibnu Mahdi, Ibnu wahb, Ibnu Qosim, al Qo'nabi, Abdullah bin Yusuf, Said bin Manshur, Yahya bin Yahya, an Naisaburi, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah abu Mus'ab, az Aubairi dan Abu Hudzafah as Sahmi.
Pujian-pujian ulama
· Berkata imam Syafi'I : jika disebut (nama-nama) ulama, maka Imam Malik adalah bintangnya.
· Beliau juga berkata : kalau bukan karena (perantara) Malik dan Uyaimah niscaya hilang ilmu yang ada di Hijaz.
· Ibnu Wahb berkata : kalau bukan karena (perantara)Malik dan Al Laih niscaya kita akan sesat
· Berkata Abdurrahman bin Waqid : aku melihat pitu Malik di Madinah seperti pintu amir.
· Berkata al La'nabi : ketika aku bersama Uyainah (telah sampai kepadanya berita kematian Malik) dalam keadaan sedih beliau berkata : tidak ada seorangpun di muka bumi seperti beliau.
· Berkata Syu'bah : saya datang ke Madinah setahun setelah kematian Nafi' (ternyata sudah) ada halaqoh Malik
· Berkata Syafi'I : tidak ada kitab ilmu di bumi yang paling banyak benarnya dari pada kitab Muwathah Imam Malik.
Perkataan-perkataan beliau :
· Allah ada di langit dan mengetahui setiap tempat
· Istiwa (bersemayam) itu ma'lum (diketahui) Kaifiyah (bagaimana bersemayamnya Allah) itu majhul (tidak di ketahui).
· Beriman (bahwa Allah bersemayam) adalah wajib
· Bertanya bagaimana Allah bersemayam hukumnya bid'ah
· Aku tidak akan berfatwa sehingga ada 70 saksi yang mempersaksikan bahwa aku ahli (mengetahui) masalah tersebut.
· Tidak ada seorangpun setelah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang berhak diambil dan di tinggalkan perkataannya kecuali Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam .
Wafatnya
Beliau wafat pada 10 rabiul awal tahun 177

baca selanjutnya........

Imam Syafi'I


Imam Syafi'I
Nama dan Nasab
Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Safi'I dan bertemu nasabnya dengan nabi Muhammad dengan Abdul Manaf
Kelahiran
Lahir pada tahun 150 H di Ghozah dan ibunya membawa beliau ke Mekkah setelah beliau berusia 2 tahun dan dari ibunya tersebut beliau belajar al qur'an
Guru-guru
Diantara guru-guru beliau adalah paman beliau sendiri Muhammad bin Ali kemudian abdul Aziz bin Majisun dan kepada imam Malik beliau belajar Al Muwatho'
Kehidupan ilmiah
Pada usia 10 tahun beliau belajar bahasa dan syair hingga mantab. Kemudian belajar fiqih , hadis dan al qur'an kepada ismail bin qostantin, kemudian menghafal muwatho' dan mengujikannya kepada imam Malik. Imam Muslim bin Kholid mengijinkan beliau berfatwa ketika beliau berusia 10 tahun atau kurang. Menulis dari Muhammad bin Hasan ilmu fiqih. Imam Malik melihat kekuatan dan kecerdasan beliau sehingga memuliakan dan menjadikan Syafi'i sebagai orang dekatnya
Murid-murid
Diantara murid beliau adalah imam Ahmad, Khumaidi, Abu Ubaid, Al Buthi, Abu Staur dan masih banyak yang lain.
Peranan dalam membela sunnah
Beliau memeliki kedudukan tersendiri yang membedakan diantara ahlul hadis yang lain. Beliaulah yang meletakkan kaidah-kaidah riwayat pembelaan terhadap sunnah dan memiliki beberapa pendapat yang berbeda dengan imam Malik dan Abu Hanifah, yaitu bahwa sebuah hadis apabila sahih maka wajib mengamalkannya walaupun tidak dilakukan oleh ahlul madinah (seperti yang disyararatkan oleh imam Malik dan Abu Hanifah). Dengan ini beliau dijuluki nasirussunnah (penolong sunnah) dan tidaklah dapat diingkari oleh setiap yang menulis mustholah hadis dan pembahasan sunnah serta kitab ussul bahwa mereka mengikuti apa yang ditulis oleh safi'i.
Pokok pendapat beliau
Pokok pendapat beliau sebagaimana pendapat imam yang lain adalah beramal dengan kitab dan sunnah serta ijma'. Kelebihan beliau adalah beramal dengan kitab dan sunnah seta ijma' lebih luas dari pada imam Malik dan Abu Hanifah karena beliau menerima hadis ahad
Perkataan ulama' tentang beliau
Para ulama' ahlul hadis dijaman ini apabila berkata maka mereka berkata menggunakan perkataan imam Syafi'i. Imam Ahmad berkata, 'tidaklah ada orang yang menyentuh pena dan tinta kecuali Syafi'i. Dan tidaklah kita mengetahui sesuatu yang global dari tafsir dan nasih mansuh dari hadis kecuali setelah duduk bersama imam Syafi'i."
Ahmad bin hambal pernah berkata pada ishaq bin rokhuyah "kemarilah aku tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang engkau belum pernah melihat yang semisalnya maka dia membawaku kepada imam syafi'i."
Perkataan imam syafi'i
1. tidaklah saya berdebat dengan seseorang kecuali agar ia tepat , benar dan tertolong dan ia mendaptkan penjagaan serta pengawasan Allah dan tidaklah saya berdebat dengan seseorang kecuali saya tidak perduli apakah Allah akan menjelaskan kebenaran dari mulutju atau mulut dia.
2. amalan yang paling hebat ialah dermawan dalam kondisi sempit, menjaga diri ketika sendirian dan mengucapkan kalimat yang benar dihadan orang yang berharap dan yang takut
3. bantulah dalam berkata dengan diam dan mengambil hukum dengan berfikir
4. barang siapa belajar al qur'an maka ia akan agung dipandangan manusia, barang siapa yang belajar hadis akan kuat hujjahnya , barang siapa yang belajar nahwu maka dia akan dicari, barang siapa yang belajar bahasa arab akan lembut tabiatnya, barang siapa yang belajar ilmu hitung akan banyak fikirannya, barang siapa belajar fiqih akan tinggi keddukannya, barang siapa yang tidak mampu menahan dirinya maka tidak bermanfaat ilmunya dan inti dari itu semua adalah taqwa.
Wafat beliau
Wafat pada tahun 204 H. setelah memenuhi dunia dengan ilmu dan ijtihad beliau dan memenuhi hati-hati manusia dengan cinta pengagungan dan kecondongan paada beliau.

baca selanjutnya........

12 Langkah Agar Puasa Kita Sempurna


12 Langkah Agar Puasa Kita Sempurna
Agar puasa kita dapat sempurna ada beberapa tips yang mesti kita perhatikan. Untuk itu Al-Madina mencoba mengangkat sebuah tulisan dari Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Jarullah dalam buku beliau yang berjudul Risalah Ramadhan tentang langkah-langkah menggapai kesempurnaan ibadah puasa yang berisikan:
1. Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah."
(HR. Bukhari dan muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang ". (HR. Ibnu Khuzaimah)
2. Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati untuk itu anda hendaknya telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar anda tidak ragu-ragu.
3. Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Manusia ssenantiassa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur" (HR. Al Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi)
4. Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
5. Manfaatkan bulan ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan di dalamnya, yakni membaca Al Quran.
"Sesungguhnya Jibril alaihis salam selalu menemui Nabi shallallahu alaihi wa salllam untuk membacakan Al Quran baginya."
(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu)
Dan pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
6. Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al Bukhari)
7. Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab yang sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, ia jangan anda hadapi dengan perbuatan serupa. Nasehatilah dia dan tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kamu berpuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa".
(HR. Al Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkan agar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya. Disamping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.
8. Hendaknya anda selesai dari puasa dengan membawa takwa kepada Allah, takut dan bersyukur kepada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya. Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah takwa, sebab Allah berfirman: "Agar kamu bertakwa"(Al-Baqarah: 183).
9. Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu berkata:
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa".
10. Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
11. Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika di bulan Ramadhan.
12. Ucapkanlah Bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a:
"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"

baca selanjutnya........

RUKUN ISLAM


Rukun Islam
Materi aqidah kali ini membahas tentang rukun islam. Meski telah sering kita dengar, namun ada baiknya kita kembali ulang, untuk memantapkan pemahaman kita. Dalil yang berkaitan dengan rukun islam ini diantaranya:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar -semoga Allah meridloinya- : Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
'Islam dibangun di atas 5 rukun, yaitu : Syahadat bahwa tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah rosul Allah, Mendirikan shalat, Membayar zakat, Puasa ramadhan, dan Barhaji ke Baitullah al Haram'.
2. Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab -semoga Allah meridloinya- ketika Jibril datang dan bertanya tentang Islam kemudian beliau menjawab;
'Islam adalah Bersyahadat bahwa tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah rosul Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa ramadhan, berhaji jika mampu dalam perjalanannya'.
3. Al Qur'an surat Ali Imran : 18 :
"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan yang demikian). Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
4. Al Qur'an surat At Taubah : 128 :
" sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat mengiginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."
5. Al Qur'an surat Al Bayyinah :5 :
"padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus."
6. Al Qur'an surat Al Baqarah : 183 :
" wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa."
7. Al Qur'an surat Ali Imran : 97
" padanya terdapat tanda-tanda nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim ; barangsiapa yang memasuki (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sungguh Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."
Islam sendiri secara bahasa berarti : tunduk dan patuh.
Sedangkan secara istilah : memperlihatkan kepatuhan - ketundukan dan menampakkan syariat dengan berpegang pada apa yang datang dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sehingga darahnya terlindungi.
Pengertian islam ada 2 :
1. Pengertian Umum : pengertian ini mencakup semua zaman sehingga nabi Ibrahim disebut muslim pada zamannya, kaum Nabi Musa juga disebut muslim pada zamannya begitu juga kaumnya nabi Isa di sebut muslim pada zamannya. Karena mereka tunduk pada syariat Allah yang diturunkan melalui rosul-rosulNya.
2. Pengertian Khusus : mengkhususkan pada syariat nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam saja yang di sebut islam. Sehingga umat Muhammad saja yang di sebut muslim sedangkan kaum yahudi dan nasrani tidak disebut muslim mereka hanya di sebut ahlu kitab. Kondisi ini terjadi pada saat sekarang ini.

baca selanjutnya........

HAKIKAT TAUHID

HAKIKAT TAUHID
Oleh : Ridwan Hamidi, Lc.
Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar; satu-satunya yang diterima dan diridloi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa untuk hamba-hamba Nya, yang merupakan satu-satunya jalan menuju kepada Nya, kunci kebahagiaan dan jalan hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai perselisihan, sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh hamba, serta kabar gembira yang dibawa oleh para rasul dan para nabi adalah IBADAH HANYA KEPADA ALLAH Subhaanahu Wa Ta'aalaa SEMATA TIDAK MENYEKUTUKANNYA, bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah-Nya dan seluruh asma (nama-nama) dan sifat-sifat Nya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An Nahl: 36)
وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25)
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ(2)أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az Zumar: 2-3)
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”(QS Al Bayyinah: 5)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya.” (Majmu’ Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid’ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 4)
Setiap dakwah Islam yang baru muncul tidak dibangun di atas tauhid yang murni kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan tidak menempuh jalan yang telah dilalui oleh para salaful ummah yang shalih, maka akan tersesat hina dan gagal, meski dikira berhasil, tidak sabar ketika berhadapan dengan musuh, tidak kokoh dalam al haqq dan tidak kuat berhadapan (dengan berbagai rintangan).
Kita saksikan banyak contoh-contoh dakwah yang dicatat dalam sejarah berbicara kenyataan yang menyedihkan ini dan akhir yang buruk. Dakwah-dakwah yang berlangsung bertahun-tahun, yang telah mengorbankan nyawa dan harta kemudian berakhir dengan kebinasaan.
Namun seorang mu’min yang yakin dengan janji Allah yang pasti benar, tidak akan putus asa dan menjadi kendor, tidak akan gentar menghadapi berbagai cobaan dan tidak akan menerima jika sekian banyak percobaan-percobaan itu berlangsung silih berganti tanpa ada manfaat yang diambil atau jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. (Sebagaimana hadits dari sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (no 6133) dan Imam Muslim (no 2998) serta Imam Ahmad dalam Musnadnya (2/379)
Sudah ada teladan dan contoh yang paling bagus pada diri Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat. (QS Al Ahzaab: 21)
Inilah manhaj pertama dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam berdakwah kepada tauhid, memulai dengan tauhid dan mendahulukan tauhid dan semua urusan yang dianggap penting. (Diringkas dari Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 2-6)

baca selanjutnya........

Jumat, 11 April 2008

SEJARAH ISLAM KONTEMPORER

PENGANTAR
Tentang sejarah, betapa pentingnya mempelajari sejarah, bukan hanya mempelajari akan tetapi berusaha untuk dapat mengintegrasi dan menginterkoneksikan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dengan demikian kita dapat mengetahui secara mendalam tentang apa itu sejarah, baik Ontologi, epistimologi, dan aksiologinya. Tentunya dari segala aspeknya baik dari asal mula sejarah itu, kapan sejarah itu muncul, dan juga kita harus tahu siapa tokoh yang terlibat didalamnya, dan juga tokoh yang mengemukakan sejarah itu sendiri. Karena dengan begitu kita akan lebih yakin dan percaya untuk dapat menggunakan sejarah sebagai pengalaman, atau juga dapat kita sebut sebagai disiplin keilmuan, yang pastinya mempunyai beberapa manfaat yang berguna bagi kita untuk masa kini dan yang akan datang.
Dan tentang sejarah kontemporer yang nantinya akan kita bahas adalah mungkin dapat kita spesifikkan yaitu sejarah yang mulai diungkapkan dan menjadi suatu pembahasan pasca kekhilafahan. Karena pada dasarnya sejarah ini adalah sejarah islam yang lebih diidentikkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadinya berkaitan dengan kereligian atau islam pada khususnya. Sejarah islam yang selama ini kita ketahui mungkin belumlah seperti sejarah yang sesuai dengan aslinya, atau apa yang sebenarnya terjadi kala itu, hal ini disebabkan karena banyaknya tokon yang mungkin terlibat dalam proses sejarah tersebut, baik dalam aksinya,penganalisisannya, dan mungkin sampai dalam pembukuannya.
Betapa susahnya kita untuk dapat mengetahui sejarah yang benar-benar akurat sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya. Contoh konkrit yang baru-baru ini terdengan dipendengaran kita yaitu masalah format lagu Indonesia raya sebagai lagu kebangsaan kita, dengan pendapat seorang ahli didalam bidangnya yaitu Roy Surya, yang meragukan akan teks lagu kebangsaan yang selama ini kita pergunakan. Dan hal itu mungkin disebabkan oleh banyaknya kontrofersi serta tokoh yang mengungkapkan tentang hal itu. Tapi bukanya realita yang sampai sekarang kita tau itu salah seratus persen, pi mungkin hanya ada beberapa aspek yang tidak sesuai.
Dari sini menjadi pelajaran penting bagi kita, bahwa dalam mencari, menganalisis, dan menentukan tentang sejarah termasuk tugas berat bagi seorang yang ada dalam hal ini. Karena nantinya hal ini akan menjadi suatu disiplin ilmu yang dipelajari oleh banyak orang.

baca selanjutnya........

AL-KHAWAARIJ

Pengantar .
Dalam pembahasannya ilmu kalam termasuk dalam katagori disiplin keilmuan yang cukup sulit. Mengapa demikian, karena dalam realisasinya ilmu kalam ini tidak hanya menggunakan dalil-dalil naqli yang secara mutlak datang dari Allah SWT, Tuhan semesta alam yang dengan kekuasaanNya terciptalah segala apa yang dapat kita lihat, juga apa yang tidak dapat kita lihat. Akan tetapi juga menggunakan dalil-dalil aqli(rasional) dan hal ini sudah menjadi panutan bagi banyak kalangan, karena demikian maka dengan jelas bahwa terdaoat banyak sekali tokoh-tokoh dalam ilmu kalam ini yang mungkin kita adpt menyebutnya dengan kaum mutakallimiin. Dan dalam aspek lain ternyata ilmu kalam juga menggunakan filsafat baik dalam teori maupun metodenya, sehingga tidak heran kalau saja sering kita jumpai pembahasan tentang Empiris, Rasioalis,pragmatis, dll.
Dengan banyaknya metode yang digunakan dalam ilmu kalam ini, maka menjadi suatu hal yang sangat mungkin kalaulah banyak sekali aliran-aliran dan tokoh-tokoh dalam disiplin ilmu ini, dengan demikian perbedaan pendapat diantara satu dengan yang lain menjadi hal yang mutlak terjadi, sekalipun tyentang hal ini sudah diterangkan pada ilmu-ilmu yang lain bahwa hal ini adalah sudah menjadi sunnatullah1.
Dari sedikit pembahasan yang pernah kita pelajari sebelumnya yaitu sebab-sebab munculnya aliran dalam ilmu kalam ini, sehingga dengan harapan setidaknya kita tahu jelas mengapa aliran-aliran dalam ilmu kalam ini muncul. Dan dari banyaknya aliran-aliran dalam ilmu kalam dalam makalah kami ini kami akan mencoba untuk mengupas dan menjelajahi tentang salah satu aliran dalam ilmu kalam yaitu aliran Khawarij. Baik dari sebab adanya aliran tersebut, kapan munculnya, dan beberapa tokoh didalamnya.
Pembahasan.
Karena ilmu kalam termasuk disiplin keilmuan yang cukup penting untuk kita pelajari, juga untuk kita fahami dari berbagai aspeknya baik dari segi internal maupun eksternalnya. Mungkin sebagai modal dan pegangan hidup kita dalam berislam, karena dalam berislam juga memerlukan pengetahuan yang tidak sedikit. Oleh karena itu juga hal yang nampaknya cukup penting kita ketahui tentang satu aspek dalam ilmu kalam, yaitu pembahasan tentang aliran-aliran yang ada didalam nya dan khususnya pada aliran Al-Khawaarij, dalam pembahasannya ada beberapa hal diantaranya:
Asal-usul aliran Al-Khawaarij
Sepeninggalnya Usman Bin Affan dalam dunia perkhilafahan, pertentangan dalam internal ummat muslim terjadi terus menerus tiada hentinya. Diantara golongan-golongan yang saling bertolak belakang dalam pendapatnya yaitu golongan Ali Bin Abi Thalib yang merupakan keponakan sekaligus menantu Rasulullah, Thalhah, dan Zubair yang keduanya didukung oleh Aisyah. Yang pada akhirnya akibat dari sengitnya perbedaan yang terjadi di golongan-golongan tersebut terjadi satu peperangan yang cukup hebat dan dahsyat, yaitu peperangan jamal. Dalam peperangan tersebut yang terjadi kurang lebih 1 abad setelah Rasulullah wafat Thalhah dan Zubair mati terbunuh, selanjutnya Aisyah yang kala itu mendukung keduanya di kembalikan ke Mekkah. Atas intruksi dari Ali.
Ternyata kejadian ini mengakibatkan semakin tidak senangnya keluarga Usman Bin Affan, dan hal ini berlanjut hingga terjadi pertentangan antara Ali dengan Muawiyah Bin Abu Sufyan yang masih ada hubungan dengan Usman Bin Affan. Dan dari pertentangan ini maka terjadilah peperangan yang kita d]kenal dengan peperangan Siffin yang kemudian diakhiri dengan peristiwa Tahkim sebagian pendukung Ali tidak sutuju dengan tahkim itu, mereka berpendapat bahwa orang yang berdamai dalam perang mereka adalah orang yang ragu akan kebenaran. Padahal Allah menjelaskan bahwa orang yang berontak terhadap khalifah harus diperangi.
1 Sunnatullah yaitu suatu hal yang sudah pasti terjadi dalam kehidupan kita, sekalipun kadang kita tidak terlalu memikirkannya, seperti setiap orang yang makan dan minum, serta lainnya, sekalipun hal ini juga manjadi perdebatan banyak orang.

baca selanjutnya........

KARAKTOROLOGI AKHLAK

Pengantar
Karaktorologi akhlak sebagaimana yang menjadi judul makalah ini adalah akan membahas tentang ilmu-ilmu akhlak serta membahas dan menyelidiki karakter dan kepribadian.1. lain dari pada itu juga akan membahas dan menyinggung sedikit banyak tentang Etika, yang pada dasarnya adalah tidakjauh beda dengan akhlak, akan tetapi mungkin dari segi etimologi dan terminologinya yang beda. Betapa pentingnya akhlak bagi setiap individu yang hidup sebagai makhluk social, yaitu setiap jiwa yang tidak dapat hidup dengan sempurna, dan bahkan akan mati lama semakin lama tanpa adanya campur tangan jiwa atau individu lain, atau yang lebih kita kenal dalam bahasa ilmu hukum yaitu disebut dengan "Zoon Politicon"2 atau makhluk social.
Seperti yang kita ketahui bahwa Akhlak atau tasawwuf sebagai mana ditulis pada buku yang dikarang oleh Prof. Abudinnata mengemukakan bahwa pengertian akhlak, dari segi akar kata, kata tersebut tidak mempunyai asal atau akar kata, kata akhlak itu adalah demikian adanya, atau sering kita menyebutnya dengan isim jamid atau isim ghairu mustaq, akan tetapi ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata akhlaqo-yukhliku-ikhlaaqan, yang mempunyai arti yaitu: Al-sajiya(perangai), At-tabi'ah(kelakuan,tabi'at,watak dasar), al-adat (kebiasaan,kelaziman),. Al-maru'ah(peradaban yang baik), dan Al-diin(agama).3 Dikemukakan juga bahwa akhlak adalah bentuk jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti yanag ditulis sebelumnya, darikata-kata tersebut dijumpai dalam beberapa ayat Al-Qur'an yaitu: وانّك لعلّى خلق عظيم ( القلام: 4) . Juga yang diterangkan dalam sebuah hadits: انّما بعثت لأتمّم مكارم الأخلاق (رواه احمد)
Selanjutnya jika kita lihat dari terminologisnya, akhlak mempunyai makna sebagai berikut: Ibnu Maskawih seorang ulama ahli dalam bidang akhlaq yang wafat pada tahun 1030M/421H berpendapat bahwa akhlak yaitu "suatu sifat yang tertanam didalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan suatu hal atau perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan" ( Ibnu Maskawih, Tahzib al-Akhlak wa Tathir al-a'raq, mesir: al-mathba'ah al-misriyyah,1934, cet I, hlm. 40).
Kemudian lain dari pada itu, Imam Ghozali yang selama ini kita kenal sebagai "Hujjatul-Islam"(pembela islam) menerangkan bahwa akhlakitu adalah: "sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan"( Imam Al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, jilid 3, Beirut: daar al-fikr. Hlm.56). dan masih banyak lagi pendapat-pendapat para ulama dalam mendefinisikan akhlak atau etika ini, seperti yang dikutip dalam kitab "Dairatul Ma'rifah" secara singkat dijelaskan dengan sangat singkat bahwa akhlak yaitu: Sifat-sifat manusia yang terdidik(Abd Hamid, Dairah Ma'arif, II.kairo; As-Sya'b, hlm.436).
Demikianlan pendefinisian yang begitu fariatif dalam akhlak. Dan selanjutnya kita akan mencoba untuk memaparkan tentang karaktorologi(ilmu akhlak atau etika) akhlak dan beberapa aspek dalam pembentukan akhlak.
Pembahasan
Dalam pembahasan ini ada beberapa hal yang penting untuk kita fahami dan kita renungi tentunya yang berkaitan dengan akhlak ini, yang setidaknya dapat menambah wawasan kitaserta memotifasi kita untuk selalu berpegang teguh pada akhlak yang sesuai dengan syari'at. Diantaranya yaitu tentang etika, etistika, etiket, aliran yang baik dan buruk dalam akhlak, dan masih banyak lagi lain dari itu. Dan pembahasannya sebagai berikut:
Etika
Ketika kita menyinggung tentang etika, maka kita juga akan terarah kepada akhlak yang selanjutnya disebut sebagai tingkahlaku atau sifat-sifat manusia, yang mana hal ini termasuk dalam hal-hal sangat prinsipil bagi setiap makhluk yang berakal, mengapa demikian? Karena dapat kita katakana, bagaimana ketika seseorang yang tidak mempunyai akhlak yang baik bersatu dengan komunitas masyarakat yang mayoritas mempunya dedikasi tinggi dan menjunjung tinggi akan etika atau akhlak, akankah ia tetap terlihat sama dengan yang lain? Tentu tidak. Seseorang yang tersebut diatas itu akan menemui suatu perbedaan serta merasakanya sendiri, bukan suatu hal yang tidak mungkin, kalaulah orang tersebut akan dikucilkan dan bahkan akan dijauhi agar tidak mengontaminasi orang-orang lain yang ada disekitarnya. Akan tetapi ketika seseorang tersebut mempunyai perangan yang sama atau sitidaknya ada keselarasan dalam sifat dan kelakuannya, niscaya ia akan diperlakukan sama dengan yang lainnya. Dari sini nampak dengan jelas akan pentingnya akhlak atau etika bagi setiap individu yang akan bergabung dan memasyarakat dikalangan umum.
Etika dalam pendefinisiannya adalah sebagai berikut: pada etimologinya kata ini berasal dari bahasa yunani yaitu etos ( adapt istiadat atau kebiasaan) perasaan batin, dan kecenderungan hati untuk untuk melakukan suati perbuatan. Dan etika juga merupakan suatu bagian dari kajian filsafat, dan etika juga mengajarkan tentang budi baik dan buruk.4 Dan pada buku yang sama juga dikemukakan bahwa etika adalah sebagai ilmu tentang adat atau kebiasaan. Kemudian ketika kita menemukan kata-kata seperti etos kerja, etos profesi, etos dedikasi, dan lain dari itu, maka etika juga dikataka sebagai ilmu yang membahas tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban, juga sebagai asas atau kumpulan nilai yang berimplikasi pada tingkah laku, serta nilai atas sesuatu yang benar-salah,haram-halal,sah-batal, dll.
Sedang terminologinya yaitu seperti yang dikemukakan oleh beberapa ilmuan, salah satunya yaitu Ahmad Amin, yang berpendapat bahwa etika adalah ilmu yang menjelaskan tentang baik dan buruk, menerangkan akan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan.5 Selain itu juga Soegarda Poerbawatja mengartikn etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan pengetahuan tentang nilai itu sendiri.( Soegarda Poerbawatja. Ensikopledi Pendidikan. Jakarta. Gunung Agung. 1979.hlm 82). Lain dari pada itu masih banyak lagi pendapat-pendapat yang mengemukakan definisi etika tersebut, seperti Ki Hajar Dewantara yang dalam bukunya yang berjudul Bagian Pertama pendidikan menerangkan bahwa etika adalah sebagai ilmu yang membahas tentang baik dan buruk dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan rasa perasaan sampai menguasai tujuannyayang dapat merupakan perbuatan. Dan satu ilmuan asing yaitu Austin Fogothey yang mengatakan etika adalah sebagai ilmu yang berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia, dan ilmu masyarakat yang erat hubungannya dengan antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, dll.6
1 . Dahlan. M. Y. Al-Barry, Kamus Induk istilsh Ilmiah, Penerbit Target Press, Surabaya. 2003. hlm 359.
2 . Kansil. C. S. T, Drs. SH, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1989. hlm 29.
3 . Nata Abudin Prof. Dr. Akhlak Tasawuf, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm 1.
Dan yang ditulis beliau itu juga merujuk pada sebuah buku yaitu( Jamil Saliba, al-mu'jam al-falsafi,juz I, mesir:daar kitab al-mishri,1978, halm.553)
4 Abdullah M. Yatim, Pengantar Studi Etika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006. hlm. 4
5 Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak). Terjmahan KH. Farid Ma'ruf, judul asli Al-Akhlak,cet.3. Jakarta. Bulan Bintang,1983. hlm 3.
6 Abdullah M. Yatim, Pengantar Studi Etika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006. hlm. 8

baca selanjutnya........

POLITIK ISLAM

PENGANTAR
Politik merupakan satu pembahasan yang nampaknya sudah tidak asing lagi bagi pendengaran kita, karna dalam segala bentuknya pembublikasian berita, baik yang berupa visual maupun media cetak, dan media-media lain selalu memuat didalamnya akan situasi perpolitikan yang terjadi baik dalam maupun luar negri, politik yang sangat beridentikkan kepada suatu pemerintahan ini, dapat menjadi satu bahasan pokok dalam urusan pemerintahan. Seperti halnya di Indonesia sendiri yang kita tahu, sebagai contoh semakin menghangatnya situasi perpolitikan yang kita rasakan pada saat ini, baik dari sentral maupun dari seluruh daerah-daerah yang ada dinegara kita ini. Contoh konkrit pada saat ini adalah kasus pemilihan kepala daerah yang tidak kunjung reda, bahkan ironisnya malah tambah saja ricuh, dan semakin tidak kondusif. Demontrasi kita temui dimana-mana, yang inti dari tuntutan mereka itu adalah untuk meraih apa yang mereka pikir sebagai hak mereka, dan meraih apa yang menjadi misi dan cita-cita mereka. Dan satu lagi yang sangat kita sesalkan, yaitu dari begitu banyak aksi-aksi demo tersebut yang sebagian besar bahkan hampir seluruhnya terjadi didalamnya kericuhan-kericuhan, dan kebrutalan aksi-aksi dari para peserta demontrasi tersebut. Yang pada hakikatnya hal itu adalah suatu yang sangat tidak diinginkan, akan tetapi karena bermula dari tidak terkabulnya tuntutan-tuntutan mereka, maka mereka dengan tidak lagi memikirkan akan akibatnya, mereka melakukan aksi yang berlebihan. Sehingga banyak terjadi kerisuhan dan ketidak stabilan kondisi pada aksi demo tersebut.
Berikut ini kami mencoba untuk kiranya dapat mengkritisi dan membahas lebih jauh tentang dunia perpolitikan yang selama ini kita tahu. Mungkin sebagian besar dari kita sudah faham dan mengerti akan apa itu politik dari segala aspeknya, akan tetapi masih banyak lagi masyarakat yang nampaknya belum begitu faham dan mengerti akan apa itu politik, sehingga mereka yang tidak bersalahpun ikut menjadi korban dari kebijakan-kebijakan politik yang sebenarnya tidak selayaknya diterima oleh rakyat.
Dengan demikian semoga dengan kita lebih meningkatkan motivasi untuk terus menambah wawasan kita akan dunia perpolitikan, mampu menjadikan kita faham dan mengerti dengan jelas, sehingga ketika kita ditimpa dengan kebijakan-kebijakan politik yang kurang sesuai, kita dapat mengkritisinya atau bahkan dapat mengubahnya dengan kebijakan yang dapat diterima dikalangan masyarakt yang majmuk khususnya di Indonesia ini.
POLITIK ISLAM
Sebelum kita masuk dalam pembahasan tentang politik ini secara lebih jauh, terlebih dahulu kita bahas definisi tentang politik itu sendiri, dan politik yang akan kita bahas ini adalah bukan pengertian dari politik secara umum, akan tetapi politik yang menjadi pembahasan kita kali ini adalah mengenai politik islam yang dengan ini dapat kita mengetahui dengan jelas nantinya jika perpolitikan ini sangat diidentikkan dengan kebijakan kebijakan yang berlaku dalam agama islam. Akan tetapi dalam pembahasan dibawah ini kami akan mencoba untuk membahas satu persatu, baik itu politik secara etimologi maupun secara terminologi dan begitu juga islam dipandang dari aspek bahasa dan istilahnya, dan yang mana islam itu sendiri seperti yang kita tahu adalah sebagai agama atau keyakinan, kemudian ketika digabungkan dalam satu pengertian, maka akan kita dapatkan definisi dari poltik islam itu sendiri.
1. Definisi Politik Islam “The Definition Of Islamic Politic”
a. Definisi Politik
Pertama, secara etimologi politik dapat diartikan cerdik atau bijaksana, seperti yang tercantum dalam beberapa kamus inggris kata politic diartikan sebagai bijaksana, atau bisa juga diartikan sebagai kecerdikan seseorang dalam pemikirannya. Kemudian dalam bahasa arab kata politik berasal dari kata “ Ç áÔíÇ ÓÉ“yang berasal dari kata
” ÔÓì- íÔæÓ” Dan secara terperinci dalam kalimat”ÔÓì ÇÏøæ íÔæÓ ÔíÇ ÓÉð“ yang berarti
“ÞÇã ÚáíåÇ æÑÖøåÇ æÇÏøÈåÇ” (mengurusi,melatih,dan mendidiknya). Jadi asalnya makna “syiyasah” (politik) diterapkan dalam pengurusan dan pelatihan gembalaan. Selanjutnya kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusa-urusan manusia, dan pelaku dari masalah-masalah manusia tersebut dinamakan Syiasiyyun.
Dalam pendefinisian ini terjadi benyak sekali perbedaan pendapat baik dari kalangan intelek yang berbasis pemerintahan dalam hal ini adalah mereka-mereka yang berkecimpung dalam dunia pemerintahan baik yang di Legislatif, Eksekutif, Yudikatif dan lain sebagainya di negara Indonesia ini, dan banyak lagi pada lingkungan pemerintahan di negara lain yang berdasarkan pada banyak ideologi yang nampaknya berbeda satu sama lain, ataupun pada instansi lainnya seperti instansi swasta yang tidak mengacu pada pemerintah, dalam hal ini mungkin kita ambil contoh pada perusahaan-perusahaan yang ada.
Kedua, kemudian secara terminologi politik dalam pembahasannya banyak sekali pendapat-pendapat yang mengemukakan tentang apa itu politik dari segi esensinya. Seperti halnya seorang pemikir yang bernama Kyiosti Pokenon yang mendefinisikan politik sebagai “pertarungan imajinasi rakyat” akan tetapi hal ini merupakan koreksi atas banyak pemikiran konvesional. Dalam definisi lain akan teori tentang politik, bahwa politik itu didefinisikan sebagai proses pembagian dan pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang anatara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam suatu negara. Dan pengertian ini adalah merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Kemudian politik juga disebutkan sebagai seni dan ilmu dalam meraih suatu kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang yang berbeda, yaitu antara lain:
■ Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
■ Politik adalah suatu usaha yang ditempuh masyarakat atau warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, yang merupakan teori klasik Atristoteles.
■ Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapat dan mempertahankan kekuasaan dimasyarakat.
■ Politik adalah suatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan public, atau pemerintah.
b. Islam dalam definisi.
Secara bahasa atau etimologi islam adalah kosa kata arab yang berasal dari kata Óáã – íÓáã – ÓáÇ ãÉ yang mempunyai makna yaitu selamat atau m,asuk kedalam golongan orang-orang yang selamat. Kemudian lebih jauh tentang islam ini secara terminology dapat diartikan sebagai keselamatan dari berbagai hal yang bersifat musibah, akan tetapi lain dari definisi diatas banyak sekali ulama-ulama salaf atau kontemporer yang mendefinisikan islam sebagai hal-hal yang tidak saqma dengan definisi diats, sekalipun maksud dari definisi-definisinya itu sama. Dan yang lebih penting adalah bahwa islam adalah keyakinan “agama” sehingga secara logika mungkin hanya orang-orang yang ada dilamnyalah yang mau meyakini dan setuju dengan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Sehingga untuk terjadinya kontroversi antar golongan itu adalah sangat memungkinkan. Kemudian selanjutnya Islam ketika dikaitkan dengan hal-hal lain seperti halnya politik adalah sangat identik sekali dengan tuntunan-tuntunan yang terkandung didalamnya yaitu: Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Yang setelah itu semua menjadi suatu tuntunan yang lebih simple kita sering menyebutnya dengan Syari’at.
Dan kesimpulan dari pendefinisian diatas yang terperinci mengenai politik islam ini adalah bahwa politik ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepemerintahan dalam berbagai aspeknya, khususnya dalam hal kekuasaan, yaitu bagaimana cara meraih kekuasaan tersebut , dan bagaimana metode dalam menjalankan pemerintahan atau kekuasaannya tersebut. Akan tetapi satu hal yang harus dan lazim bagi kita untuk memperhatikannya adalah bahwa alam hal perpolitikan islam ini, bukanlah selayaknya politik secara universal yang begitu umum, sehingga sama sekali tidak memperhatikan nilai-nilai islam dalam penerapannya. Akan tetapi politik islam ini adalah politik yang berlandaskan pada dasar-dasar yang dianut dalam islam, dalam hal ini adalah syari’at, sehingga dalam implementasinya politik ini dibatasi oleh syariat-syariat islam, dengan hal ini dalam prakteknya dilapangan tidak dapat sebebas-bebasnya sdalam berpolitik atau menentukan kebijakan-kebijakan.
2. Sejarah Politik Islam “History Of Islamic Politic”
Dunia perpolitikan yang tidak lepas dari unsure pemerintahan seperti yang kita pahami khususnya dalam dunia perpolitkan islam secara histori sudah ada atau muncul jauh sebelum puncak kejayaan pemerintahan islam tepatnya yaitu pada masa kekuasaan bani Abbasiyyah, yaitu pada masa pemerintahan Rasulullah saw. Hal ini berdasarkan pada realitas pemerintahan yang dijalankan oleh Raulullah pada saat itu. Yang mana ditengah-tengah berjalannya roda pemerintahannya, Rasulullah tidak memusatkan pada satu permasalahan saja, akan tetapi beliau melakukan hubungan diplomatis dengan negara atau kerajaan yang berada diluar negri arab. Sebagai contoh konkrit, Rasulullah menjalankan hubungan pemerintahan dengan kerajaan atau pemerintahan mongol yang ada di daerah Asia. Contoh lain selain mempererat hubungan dengan negara lain, tentunya Rasulullah mempunyai cita-cita untuk tercapainya negara yang sesuai dengan tuntunan yang berlaku pada negaranya terssebut, dalam artian beliau harus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menjadikan roda pemerintahan yang dipimpinya dapat diterima oleh masyarakat secara menyeluruh. Hal ini beliau perjuangkan dengan tidak kenal lelah bukan lain hanyalah bermaksud agar dapat mengarungi segala elemen masyarakat yang sangat variatif dalam segala aspeknya, dalam roda pemerintahan yang beliau pangku. Oleh karena itu Rsulullah sebagai uswatun hasanah bagi semua umatnya, dalam menjalankan roda kepemimpinannya beliau berusaha membentuk suatu wadah masyarakat yang dapat menampung segala aspirasi dari rakyat sehingga dalam memutuskan dan menetapkan suatu peeraturan atau undanmg-undang masyarakat selalu dilibatkan, sehingga masyarakat sendiri sebagai warga negara tidak setrengah-setengan dalam menjalankah undang-undang yang berlaku dinegaranya. Selain daripada itu rasulullah juga mempunyai maksud khusus dalam mengupayakan hal ini, yaitu agar kekuasaan atau pemerintahan yang beliau pegang masa itu terkesan tidak mengedepankan ideology monopoli atau lebih sering kita kenal dengan “dictator” yang secara jelas telah mencerminkan akan egoisme penguasa dalam memegang kekuasaan yang sama sekali tidak menghargai dan menghormati aspirasi dari rakyat, sehingga segala kepeutusan yang dikeluarkan adalah buah hasil dari penguasa yang berkuasa pada pemerintahan tersebut. Sehingga pada akhirnya memperjuangkan misi ini Rasulullah membnentuk suatu wadah masyarakat yang dinamakan “ Ahlul Hilli Wa Al-‘Aqdi” atau “Ahlu Al-Ikhtiyar” sebagai wadah untuk manampung aspirasi rakyat yang mana rakyat dilibatkan langsung didalamnya, sekalipun hanya melalui wakil-wakil yang telan dipilih dan diprecayai untuk menjadi peserta didalamnya. Dan istilah tersebut dalam bahsa kita atau yang lebih kita kenal dinegara kita ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Istilah ini sudah mulai muncul pada kitab-kitab ahli tafsir dan ahli fikih setelah rasul wafat. Mereka inialah menurut beberapa ulama yang disebut dengan Ashahabah .
3.Tokoh-tokoh politik islam “socialite of Islamic politic”
Dalam pembahasannya yang secara universal banayk sekali pendapat-pendapat yang menyatakan akan banyak nya tokoh-tokoh dalam kancah perpolitikan islam ini, baik tokoh politik yang berdomisili di Indonesia maupun yang ada diluar Indonesia, seperti yang dicontohkan Prof.Dr.Azzumardi Azra, dalam bukunya yang berjudul Demokrasi, banyak sekali tokoh-tokoh politik islam ini, diantaranya yaitu Ayatullah Khomaeni yang sukses dengan Revolusi Islam di Iran, serta Hasan Al-Banna yang mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir dan berkembang ke seluruh penjuru dunia.
Lebih jauh tentang tokoh-tokoh dalam politik islam ini, di Indonesia juga terdapat cukup banyak tokoh-tokoh yang secara konkrit memperjuangkan syari’at islam, dalam hal ini adalah dalam dunia pemerintahan atau perpolitikan.
KH. Wahid Hasyim, adalah contoh dari tokoh politik islam pada masa Indonesia sebelum orde lama. Selain dari kalangan ulama, ada juga tokoh politik islam ini yang berasal dari kalangan intelektual, bahkan dari masyarakat biasa. Dan dari tokoh-tokoh diatas sudah nampak jelas dan konkrit ini kita dapat melihat dari realitas-realitas yang telah beliau-beliau perjuangkan. Yaitu pada saat terjadinya permusyawarahan besar-besaran yang nampaknya cukup angel dan berjalan cukup lama dalam mengambil keputusan dari hasil rapat tersebut, yaitunketika pembahasan akan apa yang menjadi dasar atau peraturan-peraturan yang akan menjadi asas bagi negara Indonesia ini, yang dalam hal ini adalan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang lebih kita kenal dengan piagam Jakarta. KH. Wahid Hasyim dan teman-temannya sebagai tokoh dalam politik islam ini memperjuangkan dengan segala daya upaya, agar kiraya Indonesia sebagai negara bekas jajahan yang sangat lama baik oleh Belanda yang kemudian dilanjutkan oleh Jepang ini ketika merdeka nanti berasaskan pada nilai-nilai islam. Karena menurut pandangan beliau syari’at islam akan mampu menjadikan negara Indonesia ini menjadi negara yang makmur dan mencapai tujuan-tujuan negara yang menjadi cita-cita rakyat.
Akan tetapi dari misi-misi tokoh islam tersebut agaknya kurang dapat diterima dikalangan masyarakat Indonesia yang begitu majmuk dan variatif ini. Hal ini dibuktikan dengan munculnya aksi-aksi ketidak setujuan bahkan penolakan dari rancangan undang-undang yang dibahas ketika itu. Dari perwakilan rakyat Indonesia bagian timur, yang mayoritas penduduknya adalah beragama non islam, datang dan menemui Bung Hatta di Jakarta kala itu, yang mana Bung Hatta adalah sebagai satu dari beberapa wakil rakyat Indonesia. Yang inti dari pertemuan itu adalah bahwa rakyat Indonesia yang berada di wilayah bagian timur Indonesia yang mayoritas beragama non islam ini merasa keberatan, jika Indonesia dalam undang-undang nya berdasarkan pada tuntunan syari’at islam. Sehingga mereka dengan bersemangat memperjuangakn aspirasinya, maka sebagai wakil rakyat ia meminta kepada Bung Hatta dan teman-temannya sebagai wakil bangsa kala itu untuk mempertimbangkan rancangan undang-undang yang yang mana salah satu dari poin-poin rancangan undang-undang ataupiagam Jakarta tersebut masih mutlak berdasar pada tuntunan islam. Dan dengan mengikut sertakan satu ancaman yang dikemukakan oleh rakyat timur Indonesia. Dalam tuntutannya ini, bahwa jika tuntutan mereka tetap tidak di indahkan oleh pemerintah, maka dengan sangat berat hati mereka mengancam untuk lebih baik memisahkan diri dari negara kesatuan republik Indonesia.
Dengan demikian Bung Hatta dan kawan-kawan setelah mendapatkan teguran seperti itu, maka beliau memutuskan untuk meninjau ulang kembali dan mengadakan kembali musyawarah dalam penentuan rancangan undang-undang tersebut. Kemudia suatu hari beliau menagadaka pertemuan tertutup yang akan membahas lebih jauh tentang hal ini, dan diantara peserta yang mengikuti musyawarah tertutup itu adalah beliau KH. Wahid Hasyim sebagai tokoh islam kala itu. Dan dari permusyawarahan tersebut berhasil memutuskan satu keputusan penting dalam merancang dasar negara atau piagam Jakarta tersebut, yaitu diubahnya salah satu poin penting dalam format beberapa poin yang terdapat dalam piagam Jakarta tersebut yaitu;
Kata yang semula
“ketuhanan dengan menjalankan syari’at islam bagi pemeluknya”
Diganti dengan kata
“ ketuhanan yang maha esa”
Demikianlah hasil keputusan akhir yang ditentukan pada rapat tertutup yang diadakan oleh Bung Hatta dn tokoh-tokoh lain, dalam rangka menanggapi dan meninjak lanjuti tuntutan sebagian rakyat Indonesia khususnya yang berada didaerah timur Indonesia. Dan yang menjadi pertanyaan besar yang ada dibenak pikiran kita adalah mengapa KH. Wahid Hasyim sebagai wakil masyarakat islam menyetujui akan keputusan tersebut? Dalam kesempatan kali ini, beliau KH. Wahid Hasyim mengemukakan pendapatnya dalam pengambila keputusan ini, yaitu bahwa beliau juga menghormati akan kemajmukan masyarakat Indonesia dari segala aspeknya, baik ras dan suku, kultur dan budaya, dan yang terpenting adalah agama sebagai keyakinan bagi tiap pemeluknya. Intinya dari keputusan yang tertera di atas bahwa dalam kata,
“ ketuhanan yang maha esa” itu menurut beliau sudah mencerminkan islam dalam pngambilan keputusan tersebut. Dari sini bagi sebagian kita yang mungkin berideolgi sama dengan beliau mungkin akan beranggapan bahwa pendapat yang dikemukakan beliau itu adalah dari sifat toleransi beliau yang sangat menghormati akan realitas masyarakat, sehingga harus mengubah sasuatu yang menjadi hal penting dalam berdiriny suatu negara atau pemerintahan, akan tetapi dari sisi lain mungkin terjadi banya ketidak setujuan dengan keputusan ini, yaitu bagi kalangan yang memang tidak sependapat dengan hal ini. Demikianlah tentang realitas perpolitikan dinegara kita Indonesia tercinta ini, dari masa lalu sampai saat kontemporer sekarang ini.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Setelah kita bersama mempelajari tentang apa itu politik islam dari berbagai aspek dan pembahasannya,maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal yang agaknya berkaitan dengan materi diatas, yang pertama bahwa inti dan definisi dari politik islam ini adalah bahwa agaknya mempunyai kesamaan dengan dunia perpolitikan secara umumnya, akan tetapi juga terdapat perbedaan yang sangat significan, yaitu bahwa politik ini dalam prakteknya lebih mengedepankan dan mengutamakan nilai-nilai islam. Sehingga dalam mengambil keputusan sekalipun sebelumnya telah diadakan musyawarah, akan tetapi tetap berlandaskan pada tuntunan atau syari’at islam. Sehingga tidak dapat sebebasnya dalam pengambilan keputusan ini. Selanjutnya semoga dengan kita membahas tentang permasalahan ini, agaknya menambah wawasan kita khusunya dalam kancah dunia perpolitikan, karna mau tidak mau sebagai warga negara kita harus ikut dalam dan berkecimpung dalam dunia perpolitikan ini. Sekalipun dalam prakteknya kita hanya sebagai pelaku dari kebijakan-kebijakan politik. Oleh karena itu untuk dapat ikut serta di dalamny, maka kita harus dapat memahami dan mengerti akan hal itu.
Demikianlah pembahasan dan penjabaran tentang dunia perpolitikan ini, kekurangan dan kesalahan serta ketidak sesuaian masih banyak terdapat dalam makalah yang kami buat ini. Oleh karena itu kritik dan saran untuk kemajuan dan kesesuaian makalah kami ini sangat kami harapkan.


DAFTAR PUSTAKA
● Eickelman, Dale F. and James Piscatori, Ekspresi Politik Muslim, 1996, Bandung: Mizan.
● Kuntowijiyo, Enam Alasan untuk Tidak Mendirikan Parpol Islam, dalam Memilih Partai Islam, 1998, Jakarta: GIP.
● _________, Identitas Politik Ummat Islam, 1997, Bandung: Mizan.
● Hitti, Philips K., History of The Arabs, 2005, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
● Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, 2001, Jakarta: UI Press.
● http://id.wikipedia.org/wiki/politik. tanggal 11 desember 2007.
● M.Ecols Jhon & Hassan Sadzili,Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2000

baca selanjutnya........

KHILAFAH PERSPEKTIF KAUM MODERNIS

KHILAFAH PERSPEKTIF KAUM MODERNIS
A. Pengantar
Secara etimologis, khilafah merupakan jabatan khalifah atau pemimpin yang melanjutkan usaha Nabi Muhammad dalam menegakan agama Islam. Istilah khilafah hanya muncul dua kali dalam Al-Qur’an (QS,2:30 dan 38:26). Meskipun demikian, dalam sejarahnya istilah khilafah rasul Allah (penerus Rasul Allah), yang dalam hal ini dinisbatkan kepada Abu Bakar tidak digunakannya sebagai gelarnya. Akan tetapi, peran khalifah bukanlah seperti peran Nabi Muhammad yang disebut sebagai penerima wahyu dan sebagai rasul Allah. Dari sisi keagamaan, seorang khalifah hanyalah seorang pemelihara iman yang bertugas mempertahankan keimanan, juga mempunyai kewajiban dalam menghilangkan bidah, memerangi orang-orang kafir, dan memperluas wilayah negeri Islam
Istilah khalifah ini juga bukan merupakan bentuk kerajaan, tetapi merupakan bentuk republik yang mempunyai arti kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun. Hal ini diketahui dari pemilihan keempat khalifah yang kemudian disebut khulafaur rasyidin yaitu Abu Bakar As-syidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah sahabat Nabi dan hubungan mereka juga merupakan hubungan persahabatan dengan Nabi Muhammad.
Dalam hal pengangkatan khalifah, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah berdasarkan atas permufakatan pemuka-pemuka Ansar dan Muhajirin dalam Rapat Saqifah di Madinah. Pengangkatan itu kemudian mendapat persetujuan dan pengakuan umat, yang istilah Arabnya disebut bay’ah. Kemudian khalifah yang kedua adalah Umar, beliau diangkat sebagai khalifah berdasarkan atas penunjukan oleh Abu Bakar sebagai penerusnya dan diriwayatkan pernah menggunakan gelar khalifah-khalifah (penerus penerus) Rasul Allah. Tetapi karena terdengar terlalu panjang akhirnya diperpendek. Khalifah Umar dinobatkan sebagai khalifah pertama yang sekaligus memangku jabatan sebagai panglima tertinggi pasukan Islam, dengan gelar khusus amir al-mukminin (panglima orang yang beriman). Khalifah yang ketiga adalah Usman Bin Affan. Secara historis, kekhalifahan Usman, yang dinobatkan sebagai khalifah setelah Umar pada tahun 664 M, atau sekitar abad ke-7 M ini terpilih berdasarkan pada senioritas kesukuannya dan rapat enam sahabat. Kekhalifahan selanjutnya yaitu khalifah Ali Bin Abi Thalib, beliau adalah sepupu Nabi Muhammad sekaligus menjadi menantunya setelah menikah dengan Fatimah Az-Zahra. Dan Ali sendiri dinobatkan sebagai khalifah yang keempat pada tanggal 24 Juni 656 M, yang bertempat di masjid Nabawi di Madinah. Sistem pembaiatan Ali sendiri berbeda dari yang lain, dimana hanya dilakukan oleh sebagian sahabat nabi saja. Meskipun demikian, para pendukung Ali beranggapan bahwa sejak awal, Allah dan Rasulnya telah dengan jelas mengangkat Ali sebagai satu satunya penerus yang sah.
Persoalan kekhalifahan dalam Islam terus menjadi perdebatan di kalangan umat Islam dari waktu ke waktu terutama setelah berakhirnya era khulafa’ ar-rasyidun. Masing-masing kelompok mengemukakan beragam argumen mereka untuk menguatkan apa yang mereka ungkapkan. Untuk itu, sejarah mencatat bahwa setidaknya terdapat tiga kelompok dalam Islam yang mengungkapkan pendirian mereka tentang kekhalifahan dalam Islam. Ketiga kelompok tersebut adalah kaum Fundamentalis, Modernis atau Liberal, dan Nasionalis. Tulisan berikut akan mencoba mengupas pandangan kelompok modernis dalam menyikapi kekhalifahan dalam Islam.
B. Khilafah Menurut Kalangan Modernis
Bila kita berbicara tentang kaum modernis, kita mungkin akan tertuju pada suatu zaman yang sudah pasti berbeda dengan zaman sebelumnya dalam segi apapun. Baik dari segi sistem pemerintahan, politik, ekonomi, bahkan budaya. Dan seperti yang kita tahu bahwa masa modern atau kemodernan itu secara garis besar dimulai pada tahun 1800M, atau sekitar abad 18M. Sebelumnya, seperti yang kita tahu bahwa sistem pemerintahan dan segala aspeknya berlandaskan kepada syari’at Islam yang sangat mendominasi segala aspek kehidupan atau lebih kita kenal dengan sebutan khilafah.
Pada sesi ini setelah kita tahu dengan jelas akan apa itu khilafah, dan sekarang kita akan membahas tentang bagaimana Khilafah itu sendiri menurut/perspektif kaum modernis. Pada saat ini kita sering menjumpai perdebatan yang mempermasalahkan tentang hubungan antara agama (Islam) dan negara yang masih tetap terjadi dalam berbagai intensitas. Dari wacana tersebut di atas memunculkan dan menciptakan dikotomi dalam kelompok-kelompok muslim dan pemikir-pemikirnya. Kelompok yang berpendapat akan pentingnya khilafah atau sistem pemerintahan Islam sering kita sebut dengan fundamentalis atau garis keras, sedangkan kaum yang tidak menganggap penting akan hal itu adalah modernis atau liberal, dan nasionalis. Sebenarnya dari perdebatan beberapa kaum di atas yang menjadi persoalan adalah seputar institusi Khilafah Islam, sedangkan maksud dari khilafah itu sendiri adalah keyakinan bahwa kekuasaan agama dan politik harus disatukan dalam suatu pemerintahan.
Kaum fundamentalis sendiri yang masih terus mengagungkan akan adanya khilafah berbasis pada keterpaduan Din wa Daulah yang didasarkan pada ayat Al-Qur’an seperti surat An-Nisa’ 4:59. Tentang perintah taat kepada Allah, Rasulnya, dan orang orang yang berkuasa di antara kamu. Dan sebagai contoh dari kelompok dan pemikir yang mengagungkan akan khilafah adalah Ayatullah Khomaeni yang sukses dengan Revolusi Islam di Iran, serta Hasan Al-Banna yang mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir dan berkembang ke seluruh penjuru dunia.
Berbeda secara kontras dengan pendapat-pendapat di atas adalah pendapat mereka yang meyakini bahwa pelibatan ke politik yang terlalu dalam dapat menyesatkan atau merusak orang-orang beriman. Contoh kelompok ini adalah kelompok Jama’ah Tabligh, sebuah gerakan reformasi penting yang bermula dari Asia Selatan dan sudah memiliki pengaruh mendunia. Dalam keyakinan kelompok ini pemisahan agama dan politik diperlukan dalam jangka pendek. Secara implisit mereka mengkritik pencarian kekuasaan politik sebagaimana dilakukan oleh kelompok Muslimin lain. Sebagai wakil Allah (khalifah) dikaruniai bumi untuk diurus, tetapi itu tidak patut jika mereka tidak dapat mengurus mereka sendiri, oleh karena itu mereka harus menghindari politik sampai mereka bisa membuktikan diri mereka layak jadi makhluk politik.
Perspektif yang lain, tapi mempunyai kesamaan dalam pandangan a politik, adalah pemikiran yang melihat Islam hanyalah ritual dan bahwa politk harus dipisahkan dari agama. Perspektif semacam ini muncul dari kalangan ummat Islam dari berbagai golongan. Contoh yang mencolok adalah pendapat para panglima militer di zaman Khalifah Abbasiyah Al-Nasir yang menolak konsep Imam sebagai pemimpin agama dan politik. Dalam pandangan ini seorang Imam hanyalah pimpinan spiritual yang bertugas memimpin ritual Islam dan memberi contoh dengan perilaku yang religius pada para pengikutnya. Sedang urusan pemerintahan biarlah tetap berada di tangan para sultan.
Pada masa modern pandangan serupa ini dikemukakan oleh pemimpin dari negara-negara seperti Raja Hussein dari Yordania, Raja Hassan II dari Marokko, Tun Hussein Onn dari Malaysia, Presiden Tunisia Ben Ali, Saddam Husein di Irak dan Muammar Ghaddafi di Libia. Mewakili kelompok ini dapat dikutip pendapat Raja Hassan II dari Maroko yang mengatakan bahwa fundamentalisme (al-Ushuliyah) adalah merupakan penyimpangan agama (as-syudzudz al-dini). Dengan cara yang merendahkan dia mengatakan bahwa para pengikut faham itu sebagai orang-orang yang telah menempatkan diri mereka keluar dari Islam karena manipulasi politik yang mereka lakukan terhadap agama. Menurut Hassan II “kita harus mngambil apa yang dikatakan oleh orang Kristen : tunduklah kepada Tuhan dalam apa yang menjadi hak Tuhan, dan kepada kaisar dalam hal aoa yang menjadi hak kaisar.
Dari kalangan intelektual Islam nama Ali Abdur Raziq, seorang syaikh di Al-Azhar Cairo, dikenal sebagai orang yang mempunyai pandangan tentang pemisahan agama dan politik. Argumentasi adalah bahwa kekuasaan agama dan administratif Nabi adalah terpisah. Pemerintahan Muhammad Rasulullah atas komunitas Muslim Madinah bukanlah bagian dari misi kenabiannya, dan para penerusnya hanyalah meneruskan kekuasaan temporalnya.
Pendapat yang sama dengan berbagai argumen pendukung juga dikemukakan oleh berbagai pemikir Islam lain, seperti Qomaruddin Khan dari India, Fazlur Rahman dari Pakistan, Nur Kholis Madjid dari Indonesia, Nasr Hamid Abu Zaid dan Muhammad Sa’id Al-Asymawi dari Mesir, dan lain sebagainya. Mewakili kelompok ini dapat disitir pendapat Abdullahi Ahmed An-Na’im, intelektual Sudan yang hijrah ke Amerika. Menurutnya Syari’at harus dijalankan oleh seorang Muslim yang sejati, namu n pelaksanaannya tidak boleh dipaksakan dalam sebuah negara. Dalam pandangannya, negara tidak bisa dipercaya untuk menerapkan syari’at. Memberikan kepercayaan kepada negara untuk memaksakan pelaksanaan syariat akan memberi peluang penyalahgunaan wewenang oleh pemerintahan yang berkuasa. Ketika sebuah kelompok yang berkuasa memberlakukan syariat, maka yang dilaksanakan sesungguhnya adalah pemahaman dan interpretasi mereka terhadap syariat yang belum tentu sama dengan pemahaman dan interpretasi kelompok lain di dalam Islam. Karena itu, ketika salah satu kelompok berkuasa maka ia akan merepresi kelompok lain dengan mengatas namakan agama dan tidak memungkinkan terjadinya oposisi.
Islam, kata Na’im, merupakan agama yang sangat demokratis, tidak mengenal hierarkhi, dan memberikan tanggung jawab kepada setiap individu untuk melaksanakan ajaran Islam. Bahkan ketika ia mengikuti seseorang, ia memutuskan secara individu.
Beberapa kalangan seperti Ali Engineer beranggapan bahwa tidak ada konsep baku tentang negara Islam, apalagi yang bersifat ilahiah dan kekal. Al-Qur’an hanya menjelaskan konsep tentang masyarakat, bukan tentang negara. Teori negara Islam mengalami proses perubahan dan cenderung menyesuaikan diri terhadap situasi kongkrit, bukannya terhadap keadaa tertentu. Dalam urusan kenegaraan, Rasulullah SAW sendiri menempuh cara yang paling pragmatik dengan tidak mengabaikan situasi kongkrit. Tentu saja cara yang beliau tempuh acapkali didukung oleh wahyu Ilahi, tapi tidak selalu.
Menurut Jalaluddin Rahmat (1998) persoalan demokrasi dan Islam adalah persoalan kategorisasi yang berbeda. Islam, sebagaimana agama lain, adalah kategori agama. Sementara demokrasi, liberal atau otoriter adalah kategori politik. Karena berbeda maka tidak tepat untuk menghubungkankeduanya. Yang lebih relevan adalah adalah mempersoalkan pemikiran ummar Islam mengenai demokrasi, dan implementasi prinsip-prinsip demokrasi di negara-negara Islam atau yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Pandangan yang sedikit berbeda dari varian-varian tersebut adalah yang dikemukan oleh Kuntowijoyo (1997) tentang posisi agama dan negara. Menurut Kunto agama dan negara adalah merupakan dua satuan sejarah yang berbeda hakikatnya. Agama adalah pembawa berita gembira dan peringatan (basyiron wa nasziron), sedang negara adalah kekuatan pemaksa (coercion).
Agama dapat mempengaruhi jalannya sejarah dengan melalui kesadaran bersama (collective conscience), negara mempengaruhi sejarah dengan keputusan, kekuasaan dan perang. Agama adalah kekuatan dari dalam dan negara adalah kekuatan dari luar. Agama seringkali menjadi penunjang politik dengan memberikan legitimasi kepada negara, partai politik dan perseorangan. Legitimasi kepada negara sudah lama diberikan, yang dapat dilihat dari babad-babad. Dalam perkembangannya hubungan agama sering turun naik, dan akhirnya banyak orang yang hanya melihat agama sebagai ritual.
C. Kesimpulan dan Penutup.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memahami khilafah terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Kaum Fundamentalis menganggap bahwa khilafah harus ditegakkan secara utuh, sedangkan kaum Modernis atau liberal, dan kaum Nasionalis menganggap bahwa khilafah tidak harus didirikan, karena adalah urusan pribadi masing-masing atau pemisahan antara agama dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Eickelman, Dale F. and James Piscatori, Ekspresi Politik Muslim, 1996, Bandung: Mizan.
Kuntowijiyo, Enam Alasan untuk Tidak Mendirikan Parpol Islam, dalam Memilih Partai Islam, 1998, Jakarta: GIP.
_________, Identitas Politik Ummat Islam, 1997, Bandung: Mizan.
Hitti, Philips K., History of the Arabs, 2005, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, 2001, Jakarta: UI Press.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, 2006, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

baca selanjutnya........